Entri Populer

Minggu, 04 Desember 2011

HAKIKAT MATEMATIKA DAN BELAJAR MATEMATIKA

Penjabaran mengenai hakikat matematika dan belajar matematika diawali dengan beberapa pertanyaan, yaitu ‘Kenapa orang menjadi seseorang yang penting?’ dan ‘Kenapa orang menjadi objek untuk dibicarakan?’ Jawabannya adalah karena orang itu mempunyai pendapat dan dia mampu menjelaskannya dan karena orang tersebut mempunyai deviasi. Dan pertanyaan terakhir dari beliau adalah ‘Kenapa seseorang dikatakan Bodoh?’ Jawabannya adalah ketika seseorang itu tidak menyadari dimensinya
Terdapat banyak dimensi dalam kehidupan ini yaitu dimensi tempat, dimensi waktu, dimensi formal, dimensi normatif, dimensi spiritual, dimensi Kuasa, dimensi usia, dimensi Kompetisi dll. Contoh dimensi kuasa adalah ketika Pak Dekan mengatakan bahwa senin libur, maka seluruh bawahannya akan menurutinya karena beliau memiliki kuasa sebagai seorang Dekan. Contoh dimensi Kompetisi adalah ada dua orang yang memiliki usia yang sama akan tetapi kompetisinya berbeda – beda. Dimensi itu meliputi semuanya dan dimensi pendidikan matematika meliputi semua yang ada dan yang mungkin ada.
Hakikat matematika sekolah menurut Ebutt and Straker adalah
1.      Kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
2.      Kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan,
3.      Kegiatan dan hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan,
4.      Kegiatan problem solving adalah bagian dari kegiatan matematika,
Hakikat matematika didukung oleh hakikat pengetahuan. Untuk mengetahui hakikat matematika, kita terlebih dahulu harus mengetahui hakikat pengetahuan. Apa yang dipikirkan matematika, itulah hakikat matematika.


Pada hakikatnya pengetahuan dibentuk atas logika dan didasari oleh pengalaman, empiri, intuisi, sensasi. Semua itu didapatkan melalui panca indra. Dengan pengindraan maka akan terjadi representasi yang membuat seseorang mampu menceritakan kembali pengalamannya. Itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Seekor binatang, mereka mempunyai pengalaman misalnya pergi ke luar negeri, tetapi mereka tidak mampu menceritakan pengalamannya tersebut.
Pak Marsigit juga membahas mengenai persepsi. Beliau mengatakan bahwa seseorang akan mempunyai persepsi menjadi siap, apabila dia siap dan menyiapkan diri, dengan begitu dia akan menjadi manusia yang dapat mengoptimalkan semua kemampuannya. Namun, semua itu juga terkait dengan mood, kondisi badan, dan faktor – faktor lain yang berhubungan dengan pikiran seseorang.
Logika itu adalah sebuah kepastian. Sedangkan pengalaman adalah mungkin (possible) atau biasanya disebut fenomena. Fenomena itu adalah yang dapat dilihat dan diraba. Sedangkan yang tidak bisa dilihat atau disebut juga nomena (arwah). Kaum materialis tidak percaya dengan adanya nomena misalnya Karl Max, dan kaum – kaum komunis yang tidak percaya akan adanya Tuhan di Rusia, Cina sampai di Indonesia (PKI).
Sense itu pengindraan, maka dikenal adanya sensibility. Setiap orang mempunyai sensibility, sense of careless (kepedulian). Semua memori akan bekerja jika dikendalikan otak atau disebut kesadaran. Kesadaran adalah kunci untuk memperoleh pengetahuan. Jika ingin mendidik dan terdidik (terdidik disini dalam khasanah psikologi dan filsafat), maka harus meningkatkan dimensi, paling tidak dimensi alamiah di dalam kuburnya. Manusia berdimensi dan berderajat, sehingga ada tingkatan manusia, yaitu manusia yang tinggi, manusia wali atau seperti penjahat. Sama halnya dengan kesadaran, kesadaran juga terbagi atas beberapa tingkatan, yaitu kesadaran penuh.
Kesadaran dan pengalaman adalah salah satu cara memecahkan masalah. Dengan pengalaman maka dia akan mempunyai kesadaran dan sebaliknya. Ukuran kesadaran seseorang itu bisa dilihat dari aktif atau pasifnya seseorang itu.
Kemudian setelah melihat, terjadilah pandangan yang menimbulkan skema imajinasi yang kemudian menjadi imajinasi yang didapat melalui bendanya yang konkret, skema dan model yang konkret.




Misalnya ketika melihat Candi Borobudur itu konkret, skema, model, maka persepsi setiap orang akan berbeda beda dan dia bisa menceritakan kepada orang lain tanpa melihat candinya dengan persepsinya masing – masing karena adanya sekema imajinasi dan kemudian jadilah imajinasi. Imajinasi yang terstruktur maka akan menjadi sebuah pengetahuan. Pengalaman itu juga penting, belajar matematika itu juga membutuhkan pengalaman.
Sense merupakan proses mengenal satu sama lain. Ketika kita mengenal lawan jenis kita, maka akan ada proses saling mengenal. Proses tersebut akan membuat imajinasi yang kuat dan akhirnya akan terjadi recognize. Seperti hukum tentang benda – benda yang didefinisika oleh para fisikawan, kita dapat menceritakan setelah mempersepsinya. Dengan adanya dimensi kita mampu menyadari dan mengimplementasikan hukum – hukum tersebut. Contohnya, malam berpasangan dengan siang, ikhtiar dengan nasib. Objeknya berada di dalam pikiran manusia. Berikut adalah cuplikan percakapan antara 2 orang sahabat
Orang pertama             : “Batu itu dimana?”
Orang kedua    : “Di dalam pikiranku.”
Orang pertama             : “Siapa nama presiden Indonesia?”
Orang kedua    : “SBY”
Orang pertama             : “Kok tahu?”
Orang kedua    : “Karena beliau ada di dalam pikiranku.”
Orang pertama : “!@$#@%$^^(&()”
Dari cuplikan di atas dapat disimpulkan bahwa ‘Jika ingin mengetahui dunia, maka tengoklah ke dalam pikiranmu sendiri karena sebenar – benarnya dunia itu ada dipikiran kita masing – masing.’
Di dalam makalah Pak Marsigit yang berjudul “Kegiatan Penelitian Sebagi Usaha Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru Matematika” menerangkan tentang penelitian hermeneutik. Hermeneutika adalah ilmu yang menerjemahkan dan diterjemahkan. Lingkaran hermeneutika adalah gambaran legian dan usaha yang mengungkap fenomena pembelajaran matematika melalui fakta – fakta yang diamati secara langsung ataupun potensi – potensi yang memerlukan perlakuan bagi pengembangannya. Para ahli mendefinisikan lingkaran hermeneutika dengan spiral. Spiral menggambarkan jejak perjalanan bumi yang tak pernah pada posisi yang sama. Bumi selalu bergerak dengan oleng seperti halnya dinamika kehidupan yang tak pernah sama dan tak pernah terulang lagi. Itulah yang disebut hermenitik dekonstruktif. Mendidik siswa pun harus sesuai dengan alam, sesuai dengan ciptaan Tuhan, sehingga ada keinginan dari siswa untuk berdimensi. Inilah yang disebut hermenitik realistik. Gambar diagram di bawah ini menggambarkan tentang hermenitik dekonstruktif dan hermenitik realistik.


Iceberg merupakan matematika realistik. Jika di negara – negara barat kita mengenal Iceberg maka di Indonesia kita mengenal Volcano. Sebuah fenomena yang terjadi jika dihadapi dengan ketidaksiapan maka akan menghasilkan bencana, akan tetapi jika dihadapi dengan kesiapan akan menjadi amuse. Contohnya, bencana yang terjadi di Bantul. Masyarakat disana tidak siap dengan adanya bencana tersebut, oleh karena itu yang meninggal banyak sekali. Berbeda dengan bencana yang terjadi di Jepang, yang meninggal hanya sedikit. Kenapa? Karena mereka sudah siap dan terbiasa dengan adanya gempa.

Phenomology menurut Husserl






 ‘Epoche’ adalah tempat bagi sifat – sifat yang tidak diperhatikan. Di dalam epoche terdapat dua objek matematika yaitu abstraksi dan idealisasi.

Abstraksi adalah hanya memikirkan sifat – sifat tertentu saja.
Mana yang lebih besar?

Angka 4 di gambar di samping mempunyai ukuran yang lebih besar daripada 7. Maka apakah 7 lebih besar dari 4? Belum tentu, itu tergantung dari persepsi kita terhadap soal. Jika kita memandang ukuran maka 4 lebih besar dari 7 akan tetapi jika dipandang dari nilai maka 7 lebih besar dari 4. Itulah yang disebut Realize.
Idealisasi adalah menganggap sempurna sifat yang ada.
Perhatikan gambar disamping!
Apakah gambar tersebut sudut lancip? Jawabannya adalah bukan karena sudut lancip itu tidak bisa digambarkan. Sudut itu hanya ada dalam pikiran kita.
Oleh karena itu, kita harus belajar yang namanya idealisasi dan abtraksi.
Masih banyak permasalahan yang terjadi di Indonesia terkait dengan proses pembelajaran. Masih banyak guru yang menggunakan traditional method yaitu teacher center yang menghambat perkembangan siswa.
The nature of school mathematics teaching adalah
 

Hakikat belajar matematika menurut Ebutt and Straker adalah
1.      Murid akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai motivasi
2.      Murid mempelajari matematika dengan caranya sendiri
3.      Murid mempelajari matematika baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
4.      Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika
Interaksi antara siswa dan guru sangat diperlukan untuk membangun sebuah pengetahuan. Harapannya pengetahuan objektif siswa sama dengan pengetahuan subjektifnya. Hubungan antara pengetahuan objektif dan subjektif dapat dilihat dari diagram di bawah ini
‘The genesis of learning Mathematics (Ernest)
 Diagram di atas seperti saat kita ujian. Jika ujian (publication), kita menulis tentang matematika yang mungkin saja hanya berupa pendapat (subjective). Hasil ujian itu akan dikonversi menjadi nilai, semisal kita menadapatkan 70 (itu berarti objective knowledge (pengetahuan objektif) = 70, dan subjective knowledge ( pengetahuan subjektif) = 30). Setelah itu, guru akan memberitahu jawaban yang benar, dan siswa akan berkata, ‘Oh iya’ maka siswa akan mendapatkan pengetahuan baru (objective knowledge). Untuk mendapatkan pengetahuan baru (new knowledge) itu, diperlukan reformulasi, representasi. Ini penyebab di sekolah harus menggunakan metode diskusi sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan objective (objetive knowledge). Pengetahuan baru ini adalah pengetahuan objektif jika di lingkup sosial, dan akan menjadi pengetahuan subjektif jika pada lingkup individu. Dengan demikian, interaksi sosial dalam pembelajaran sangat penting untuk mendekatkan pengetahuan subjektif matematika menuju pengetahuan objektifnya.
Reference :
Marsigit. 2008. Kegiatan penelitian sebagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru matematika. Yogyakarta
Marsigit. 2009. Pembudayaan Matematika di Sekolah Untuk Mencapai Keunggulan Bangsa. Yogyakarta








Tidak ada komentar:

Posting Komentar